Garut, Jabarwartanusa.id | Seorang pegawai aparatu sipil negara (ASN) dinas perhubungan Garut diketahui terima uang untuk rekrutmen tenaga kerja dari salah satu warga yang ingin menjadi pegawai staf dinas perhubungan kabupaten Garut.
Diketahui korban yang berinisial A dimintai uang senilai Rp 13jt agar Sodara A bisa masuk bekerja di dinas perhubungan.
Aef salah satu penerima uang yang bekerja di dinas perhubungan kabupaten Garut diketahui telah menerima uang dari Sodara Korban dengan beberapa tahap tahap satu sebesar Rp 6.500.000 dan tahap ke dua Rp 6.500.000. dari dengan hal tersebut Sodara Aef telah menerima uang sebesar Rp 13.000.000.
Namun meski hal ini telah diketahui oleh Sekdis dan dinas perhubungan kabupaten Garut Aef masih tetap bebas, melakukan kegiatan seperti biasanya.
Sedangkan dalam Peraturan yang Mengatur GratifikasiPasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi ” lSetiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”.
Adapun Penjelasan Aturan Hukum Pasal 12 UU No. 20/2001: Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Saat ditemui dikantornya Sekdis dinas perhubungan kabupaten Garut Bambang Menuturkan “kami sempat kedatangan korban kekantor kami terkait hal tersebut namun korban tidak mau melaporkan secara tertulis, jadi dirinya hanya menekankan kepada bawahannya (Aef) untuk segera berkomitmen mengembalikan uang korban,” tuturnya.
Sudah 6 bulan kasus ini telah terjadi namun belum juga ada titik temu dan solusi dari pihak Aef dan dinas perhubungan kabupaten Garut, begitupun dari pimpinan dishub yang tak bisa mempasikitasi menghadirkan Sodara Aef secara langsung terkait kasus ini yang di sinyali masuk dalam ranah gratifikasi atau pungli.
Pasal 23 UU Tipikor tersebut merujuk pula pada Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)yang berbunyi:
“Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.”
(Red**)